Naluri Kematian dalam Narasi Pendatang-Penjajah di Pilkada Kolaka Timur

banner 468x60

KOLTIM.TAGSULTRA.COM-Dalam konteks Pilkada, sebut saja begitu. Narasi penjajah dan pendatang artinya menginginkan kontestasi yang sempit sehingga yang dianggap datang dari luar harus disingkirkan karena dilihat sebagai ancaman (mungkin akibat terlalu lama di jajah di masa lalu) yang sekaligus mengindikasikan ketidakmampuan untuk berkontestasi sehingga ada persoalan SDM disana.

Meski demikian, uraian ini tidak hendak membicarakan siapa penjajah-siapa yang dijajah.

Naluri, kata yang mungkin kerap kita ucapkan, didefinisikan Freud dalam kerangka psikoanalisis melalui (Beyond the Pleasure Principle, 1920) sebagai kondisi psikologis dan dorongan bawah sadar yang salah satunya disebut sebagai Thanatos (naluri kematian) membawa individu ke arah regresi atau penghancuran terhadap orang lain dan atau lingkungan, Freud melihat ini sebagai dasar dari banyak perilaku manusia, di mana individu berjuangan antara dorongan untuk melindungi dan memperluas kehidupan, dan dorongan bawah sadar menuju kondisi yang diharapkan (ketenangan atau kemenangan dalam ranah kontestasi).

Jika cara pandang tersebut digunakan untuk “membaca” narasi pendatang-penjajah maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa narasi tersebut merupakan respon psikologis dari penuturnya yang memiliki endapan kekhawatiran terhadap sesuatu yang akan datang dan tidak sesuai dengan harapan. Yang terbaik untuk rakyat tentu adalah hal lain.

“Membunyikan” pendatang-penjajah juga bagian dari resistensi terhadap apa-apa yang dianggap berasal dari “luar” menempatkan subjek (masyarakat) pada pandangan tertutup, menjaga nilai dan pengetahuan lokal dari pengaruh luar. Dengan kata lain, (menjaga ketahuan-melanggengkan ketidaktahuan disaat bersamaan) yang menandakan salah satu ciri dari apa yang disebut sebagai keterbelakangan dalam paham modernitas.

Di sisi lain, memberikan ruang terhadap berbagai hal yang dinilai berasal dari luar berarti memberikan kesempatan hadirnya sistem pengetahuan dan nilai baru yang kerap merujuk kearah kemajuan. Paham tertutup dan terbuka itulah yang cair, terus menerus dinegosiasikan dan berkontestasi dalam kehidupan bermasyarakat yang sejalan dengan dorongan kepentingannya masing-masing.

Pada akhirnya, kehadiran kontestan yang memiliki latar belakang berbeda dianggap sebagai upaya penjajahan dan menghilangkan kesempatan untuk tampil dan membangun daerahnya. Sehingga muncul pertanyaan kemudian, dalam konteks demokrasi, sejauh mana kebebasan-keterbukaan itu didefinisikan? Atau pada batas-batas apa arti semua orang berhak dipilih-memilih itu dimaknai? Apakah “kesempatan yang sama” disamakan dengan mengambil-menghilangkan hak yang lain.

Penulis : Lutfhi

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *